Kamis, 04 November 2010

PAJAK PENAMBAHAN NILAI (PPN)

Pajak Penambahan Nilai (PPN) sudah tidak asing lagi bagi kita namun banyak orang yang kadang tidak memahami...(nah itung itung belajar perpajakan kita baca yuk sama2)


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu jenis pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Seperti diketahui, pajak terdiri dari pajak pusat dan pajak daerah. Selain PPN, pajak lainnya yang dikelola oleh Pemerintah pusat adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) dan Bea Meterai. (BM). PPN dan PPh adalah penyumbang penerimaan terbesar untuk APBN Negara kita.
PPN adalah termasuk jenis pajak tidak langsung yang memiliki makna bahwa yang dikenakan kewajiban PPN tidak mesti yang menanggung beban pajaknya. Seperti kita ketahui yang menanggung beban PPN adalah konsumen akhir. Namun demikian yang dikenakan untuk memunngutnya adalah fihak-fihak yang berada dalam jalur distribusi sebelum barang/jasa sampai konsumen.
Berdasarkan ketentuan, semua barang dan jasa pada hakikatnya adalah barang kena PPN kecuali ada beberapa jenis barang dan jasa yang dikecualikan berdasarkan UU PPN. Dengan demikian, di samping ada barang dan jasa yang dikenakan PPN, ada juga barang yang tidak kena PPN dan jasa yang tidak kena PPN. Ada juga beberapa jenis barang yang karena sifat strategisnya, mendapat fasilitas dibebaskan PPN. Namun demikian, dalam hampir sebagian besar jenis barang yang kita konsumsi sehari-hari sudah terkandung unsur PPN yang besarnya 10% dari harga jual.
Prinsip yang penting untuk diketahui dalam PPN ini adalah bahwa PPN dikenakan atas konsusmsi barang/jasa di dalam negeri. Dengan prinsip ini, maka barang yang dijual ke luar negeri harus dikeluarkan PPN nya sehingga banyak eksportir biasanya mengajukan restitusi PPN karenannya. Dengan prinsip ini juga, setiap barang/jasa yang masuk ke dalam negeri harus dikenakan PPN. Makanya kalau kita akan mengimpor barang, maka oleh fihak bea cukai akan diawasi pembayaran PPN nya.
Nah, siapa yang dikenakan kewajiban untuk memungut PPN ini? Untuk kegiatan impor, Ditjen Bea Cukai bertugas untuk memastikan importir telah membayar PPN nya. Kalau atas penjualan barang/jasa di dalam negeri, maka ditunjuk pengusaha, baik sebagai badan atau orang pribadi, sebagai pemungut PPN ketika melakukan transaksi penjualan. Pengusaha yang ditunjuk ini selanjutnya disebut Pengusaha Kena Pajak (PKP). Namun demikian, tidak semua pengusaha ini diharuskan menjadi  PKP, ada batasan sebagai pengusaha kecil di mana kalau pengusaha omzetnya di bawah batasan tersebut ia tidak diharuskan menjadi PKP.
Ketika PKP memungut PPN dari pembelinya, PKP harus membuat bukti pungutan PPN yang disebut Faktur Pajak. Bagi penjual, PPN yang dipungut dari pembeli akan menjadi PPN Keluaran (output tax). Bagi pembeli, PPN yang dibayarkan kepada penjual akan menjadi PPN masukan (input tax). Pada setiap akhir bulan PKP akan memperhitungkan berapa PPN Keluaran dibandingkan dengan PPN Masukannya. Jika PPN Keluaran lebih besar, maka selisihnya harus disetorkan ke kas Negara paling lambat tanggal 15 akhir bulan berikutnya. Jika sebaliknya PPN Masukannya yang lebih besar, maka kelebihan bayar PPN ini bisa dikompensasikan dengan bulan berikutnya atau minta dikembalikan (restitusi). Sarana untuk hitung-hitungan PPN Masukan dan PPN Keluaran ini dinamakan SPT Masa PPN dengan kode formulir 1107. Pelaporan SPT Masa PPN paling lambat dilakukan pada tanggal 20 bulan berikutnya.


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 75/PJ/2008
TENTANG
TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Dengan ini disampaikan kepada Saudara salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-48/PJ/2008 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Berkenaan dengan pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut:
  1. Pelayanan permohonan restitusi yang diterima oleh KPP sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 ini antara lain:
    1. Meneliti kelengkapan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN berupa Faktur Pajak dan/atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
    2. Bukti-bukti atau dokumen pendukung untuk menguji keabsahan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam butir 1 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak.
    3. Saat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak adalah saat diterimanya SPT Masa PPN dalam hal permohonan disampaikan melalui SPT Masa PPN dengan cara mengisi kolom yang telah tersedia, atau saat diterimanya surat permohonan dalam hal permohonan disampaikan melalui surat tersendiri.
    4. Kelengkapan permohonan restitusi dapat disampaikan secara lengkap bersamaan dengan penyampaian permohonan atau disusulkan setelah disampaikannya permohonan pengembalian tetapi tidak melampaui jangka waktu 1 (satu) bulan sejak saat permohonan pengembalian diterima.
    5. Mengingat bahwa batas waktu penyelesaian permohonan pengembalian bagi PKP selain PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu adalah 12 (dua belas) bulan, sedangkan PKP selain PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu diberikan waktu untuk memenuhi kelengkapan permohonan selama 1 bulan, dengan demikian jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian pembayaran pajak untuk PKP selain PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu, oleh KPP praktis hanya 11 bulan.
    6. Dalam rangka pelayanan kepada Wajib Pajak, Kepala KPP dapat menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan restitusi kepada PKP agar permohonan pengembalian yang diajukannya dapat segera diproses. Dalam hal Kepala KPP menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan restitusi, disarankan agar surat tersebut disampaikan melalui faksimili sehingga PKP dapat segera memenuhi.
    7. Dalam hal PKP selain PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu tidak menyampaikan atau kurang menyampaikan kelengkapan permohonan restitusi sampai dengan jangka waktu untuk memenuhi kelengkapan permohonan pengembalian berakhir, maka permohonan pengembalian diproses berdasarkan kelengkapan yang ada/diterima.
    8. Dalam hal permohonan pengembalian PKP diproses berdasarkan kelengkapan yang ada/diterima, maka Kepala KPP harus memberitahukan kepada PKP dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Penyelesaian Permohonan Pengembalian diproses dengan berdasarkan kelengkapan yang ada/diterima. Penerbitan Surat Pemberitahuan oleh Kepala KPP paling lambat adalah saat disampaikannya pemberitahuan hasil pemeriksaan.
    9. Dalam meneliti kelengkapan permohonan restitusi yang diterimanya, petugas atau pemeriksa pajak agar mencocokkan kelengkapan tersebut dengan lembar checklist bukti/dokumen kelengkapan permohonan pengembalian PPN yang dibuat PKP. Selain itu, petugas atau pemeriksa pajak juga harus mencantumkan jumlah masing-masing dokumen yang diterima. Demikian juga apabila terdapat kelengkapan yang masih harus disampaikan agar diberitahukan kepada PKP. 
    10. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap.
    11. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian yang diajukan oleh PKP Kriteria Tertentu menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan pengembalian
    12. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian yang diajukan oleh PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan pengembalian.
  2. Pemeriksaan dalam rangka permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
    1. Tata Cara pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang pemeriksaan.
    2. Dalam hal permohonan pengembalian yang diajukan oleh PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu meliputi kelebihan pembayaran akibat kompensasi dari Masa Pajak sebelum PKP ditetapkan sebagai PKP Kriteria Tertentu atau sebelum PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu, Direktur Jenderal Pajak wajib melakukan pemeriksaan pajak atas SPT Masa PPN yang menunjukkan kelebihan pembayaran yang dikompensasikan tersebut, pada kesempatan pertama sesuai ketentuan yang berlaku di bidang pemeriksaan.
    3. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu dan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
    4. Pada saat pemeriksaan berlangsung, dalam hal diperlukan untuk lebih meyakinkan transaksi maka pemeriksa dapat meminta atau meminjam buku-buku, catatan-catatan, atau dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan permohonan pengembalian yang diajukan PKP.
    5. Apabila dalam melakukan pemeriksaan ditemukan adanya data ekspor atau impor yang tidak diyakini kebenarannya, maka:
      1. Terhadap ekspor tersebut tidak dapat diterapkan pengenaan PPN dengan tarif 0 (nol persen);
      2. Terhadap impor tersebut tidak dapat diakui pengkreditan Pajak Masukan-nya.
    6. Yang dimaksud dengan tidak dapat diterapkan pengenaan PPN dengan tarif 0% (nol persen) bahwa ekspor yang dilaporkan oleh PKP dalam SPT Masa PPN Masa Pajak yang dimohonkan pengembaliannya:
      1. tidak dapat diakui sebagai ekspor karena tidak ada bukti atau dokumen yang dapat meyakinkan pemeriksa tentang kebenaran ekspor tersebut;
      2. apabila bukti atau dokumen yang ada atau diperoleh justru meyakinkan pemeriksa bahwa transaksi tersebut adalah penjualan dalam negeri atau lokal, maka atas transaksi tersebut diterapkan tarif 10% (sepuluh persen);
      3. Apabila berdasarkan bukti atau dokumen yang ada, pemeriksa tidak dapat meyakini kebenaran ekspor sebagai ekspor maupun penyerahan dalam Daerah Pabean atau penjualan lokal, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan yang lebih mendalam terhadap kebenaran Pajak Masukan.
    7. Dalam hal hasil pemeriksaan pada butir 6 huruf c, ternyata tidak terdapat data atau bukti apapun juga yang mendukung bahwa Pajak Masukan yang telah dikreditkan PKP Faktur Pajaknya benar, baik secara formal maupun material, maka atas Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, atau pemeriksa dapat menindaklanjutinya dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang pemeriksaan.
    8. Agar pemeriksa meneliti SPT Masa PPN Masa Pajak yang dimintakan pengembalian oleh PKP, apakah terdapat penyerahan yang tidak dikenakan PPN (karena yang diserahkan bukan BKP/JKP), atau yang dibebaskan dari pengenaan PPN, atau penyerahan kepada PKP di Kawasan Berikat yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut sehingga dapat diketahui apakah PKP telah melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan.
    9. Dalam hal terdapat penyerahan kepada PKP di Kawasan Berikat diminta agar pemeriksa meneliti kebenaran PKP sebagai Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB). Apakah BKP yang dibelinya dapat diberikan fasilitas PPN tidak dipungut. Demikian juga terhadap permohonan pengembalian yang diajukan oleh PKP penerima fasilitas Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE) agar pemeriksa meneliti apakah terdapat penyerahan BKP kepada pengusaha di Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) mengingat PKP penerima fasilitas KITE sebenarnya harus mengekspor BKP hasil produksinya.
    10. Agar pemeriksa memperhatikan data-data suspect list pada Surat Edaran tentang Daftar Penerbit Faktur Pajak Tidak Sah dan pada intranet DJP dan atau Surat Edaran lain yang berkenaan dengan pelaksanaan konfirmasi dan langkah-langkah penanganan Faktur Pajak Tidak Sah.
  3. Ketentuan Penutup dan Peralihan.
    1. Dengan diberlakukannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, maka Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-122/PJ/2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dinyatakan tidak berlaku.
    2. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang belum diterbitkan surat keputusan untuk Masa Pajak sebelum Masa Pajak Januari 2008 yang diterima oleh kantor Pelayanan Pajak atau disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, diberlakukan ketentuan  Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-122/PJ/2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
    3. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang belum diterbitkan surat keputusan untuk Masa Pajak Januari 2008 dan Masa Pajak berikutnya berlaku ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
  4. Lain-lain.
    Agar dalam penyelesaian permohonan restitusi petugas pajak (kepala kantor, kepala seksi, Korlak/AR, pelaksana, ataupun pemeriksa pajak) mematuhi prosedur dan tata cara serta ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan penyelesaian permohonan restitusi tersebut, yang dimulai dari proses penerimaan SPT Masa PPN (baik sebagai permohonan pengembalian maupun sebagai kewajiban PKP untuk melaporkan kegiatannya), pemeriksaan, penerbitan SKPLB atau SKPPKP, sampai dengan proses penerbitan SPMKP.
Dengan terbitnya Surat Edaran ini, maka penegasan yang diberikan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.53/2006 tanggal 15 Agustus 2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dinyatakan tidak berlaku.

Demikian untuk dimaklumi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.



Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 16 Desember 2008
Direktur Jenderal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar